Berwisatamemandikan gajah menjadi daya tarik wisatawan saat menikmati pesona keindahan Ekowisata Tangkahan yang berada di Taman Nasional Gunung Leuser, Kabupaten Langkat, Sumatera utara. Suasana Hutan Leuser dengan pemandangan alam yang dipenuhi pepohonan rimbun yang berada di Desa Tangkahan menjadi area perlintasan para gajah jika mencari
Hutankonservasi : hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemanya. Indonesia telah menetapkan sejumlah kawasan konservasi dalam bentuk taman nasional, suaka margasatwa, cagar alam dan taman hutan rakyat (tahura ).
Mendongengmenjadi agenda TNGL di hari ketiga Pekan Lingkungan Indonesia 2015. Kegiatan ini dilaksanakan di main stage Assembly Hall, JCC. Puluhan anak mendengarkan dongeng yang dibawakan oleh Mama Cella. Dongeng mengisahkan tentang Nadine, Deyva dan Kiya yang tersesat di hutan. Tak sengaja mereka melihat pemburu liar yang menangkap orangutan. Cerita berlanjut hingga Polisi Hutan menemukan []
Vay Tiền Trả Góp Theo Tháng Chỉ Cần Cmnd Hỗ Trợ Nợ Xấu. Gloria Samantha Pembangunan pemukiman baru di sekitar hutan Leuser di Aceh Tenggara, yang diakomodir dalam RTRW Aceh - Taman Nasional Gunung Leuser TNGL menurut Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI pada 2014 memiliki luas sebesar hektar yang meliputi 5 kabupaten di Provinsi Aceh dan Sumatera Utara. Hutan ini menjadi habitat bagi flora dan fauna yang dilindungi seperti bunga raflesia, anggrek sepatu, orangutan, badak sumatera, harimau sumatera, dan siamang. Namun, hingga 2019, taman nasional tersebut kehilangan hektar luas hutannya. Melansir dari Mongabay, fenomena pengurangan luas hutan di TNGL disebabkan oleh penebangan liar oleh masyarakat sekitar-baik untuk pembalakan kayu maupun untuk perkebunan. Baca Juga Sembuhkan Lingkungan Laut, Para Ilmuwan Punya Rencana Dalam 30 Tahun Fenomena ini tambah berisiko ketika musim kemarau tiba, saat pemilik perkebunan mengalami kekurangan air. Hal tersebut akan mengakibatkan masyarakat di sekitar TNGL menjadikan kebun ilegal, sebagaimana yang terjadi di Kabupaten Gayo Lues dan Kabupaten Aceh Tenggara. “Hal yang sering terjadi, saat ada masyarakat membuka lahan, mereka tidak dilarang atau ditindak. Namun, saat masyarakat mulai menanam atau hampir panen, baru ada penertiban yang tentunya menimbulkan perlawanan,” terang Samsul bahri, warga Kutacane yang bekerja sebagai petani perkebunan. Pihak Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser BBTNGL, Sudiro, mengatakan bahwa kegiatan pembalakan hutan ilegal sering terjadi, tapi petugas BBTNGL juga beberapa kali melakukan penertiban. Sudiro mengakui bahwa maraknya pembalakan liar disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya hutan TNGL. “Kurangnya pemahaman masyarakat menjadi penyebab terjadinya kegiatan ilegal. Namun, kami tetap berupaya memberikan pengertian,” terangnya. Baca Juga Pegunungan Himalaya Terlihat Dari India, Pertama Kalinya dalam Beberapa Dekade Isu ini juga tidak luput dari pandangan Walhi Aceh yang pernah mendesak untuk pihak setempat untuk menindak kegiatan pembalakan liar. “Aktivitas ini terus terjadi, membuktikan pengamanan dan pengawasan hutan belum maksima. Polda Aceh harus melakukan penindakkan sehingga kayu-kayu dari TNGL tidak lagi ditebang,” kata Direktur Walhi Aceh, Muhammad Nur. Ia juga menambahkan bawah pembalakan liar di hutan sekitar TNGL tidak bisa dicegah jika pihak TNGL dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh bekerja sendirian. Perlu adanya upaya gabungan dengan pihak lainnya. “Pengamanan harus benar-benar dilakukan sehingga kegiatan ilegal tidak lagi terjadi,” katanya. PROMOTED CONTENT Video Pilihan
Taman Nasional Gunung Leuser merupakan salah satau kawasan perlindungan flora dan fauna terbesar di Asia Tenggara. Diperkirakan terdapat jenis flora di taman nasional ini. Tumbuhan langka yang terdapat di dalam kawasan taman nasioanl antara lain dari jenis Rafflesia, yaitu Rafflesia acehensis dan Rafflesia zippelni. Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser TNGL meliputi hutan rawa di pantai barat Aceh hingga ke kawasan hutan lebat tropis yang berada di dataran rendah bagian tengah. Masyarakat dunia menyebut Taman Nasional Gunung Leuser sebagai salah satu paru-paru dunia. Di dalam kawasan taman nasional hidup empat jenis hewan yang paling langka di dunia, yaitu harimau, badak, gajah, dan orang utan. Dengan ketinggian lebih dari mdpl menyebabkan hutan di kawasan taman nasional ini kaya akan berbagai spesies Anggrek. 1. Letak dan Luas Taman Nasional Gunung Leuser Taman Nasional Gunung Leuser secara geografis terletak antara 2° 55’ – 4° 5’ Lintang Utara dan 96° 30’ – 98° 35’ Bujur Timur. Kawasan ini terletak di pulau Sumatera dan mencakup dua provinsi, yaitu Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan Provinsi Sumatera Utara. Taman nasional ini pula termasuk ke dalam 5 wilayah administratif, yaitu Kabupaten Aceh Tenggara, Kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Langkat, dan Kabupaten Tanah Karo. Taman nasional Gunung Leuser memiliki luas sebesar hektare dengan batas kawasan sepanjang sekitar 850 km. Sebagian besar wilayah taman nasional ini berada di Pegunungan Bukit Barisan Aceh Tenggara dan sebagian yang lainnya berada di Aceh Timur, Aceh Selatan, dan Langkat. Taman nasional ini membentang lebih dari 100 km sepanjang Pegunungan Bukit Barisan dari pantai barat Sumatera di ujung barat daya hingga kurang dari 25 km pantai timur di ujung timur laut. Taman Nasional Gunung Leuser mencakup Suaka Margasatwa Gunung Leuser ha, Suaka Margasatwa Kappi ha, Suaka Margasatwa Kluet ha, Suaka Margasatwa Sikundur ha, Suaka Margasatwa Langjat Selatan ha, Taman Wisata Lawe Gurah ha, Taman Wisata Sikundur ha, serta Hutan Lindung dan Hutan Produksi Terbatas ha. [read more] 2. Iklim dan Topografi Suhu udara rata-rata di kawasan taman nasional ini minimum adalah °C dan maksimum °C. Musim hujan berlangsung merata sepanjang tahun tanpa musim kering yang nyata. Curah hujan tertinggi tercatat mm di sekitar barisan Leuser-Simpali dan Sibolangit, dan menjadi lebih rendah ke arah pantai mm. Curah hujan terendah tercatat di daerah Lembah Alas yaitu sebesar mm. Tingkat curah hujan di kawasan ini bervariasi dan bergantung pada ketinggian, secara umum curah hujan berkisar antara mm/tahun. Antara bulan Maret-April dan September-Oktober merupakan bulan dengan curah hujan tertinggi yang tercatat selama dua periode di pantai barat. Taman nasional ini memiliki kelembaban udara rata-rata sekitar 86,9%. Kelembapan udara di sini berkisar antara 62% sampai mendekati 100%. Secara fisik kawasan ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu belahan timur dan belahan barat dengan dibatasi oleh celah yang dekat dengan Kutacane. Kawasan ini, terutama di bagian tengah dialiri oleh Sungai Alas dan Mammas dengan anak-anak sungai dari barisan Leuser-Simpali dan Alas sebelah barat. 3. Sejarah Kawasan Secara berurutan berikut adalah sejarah kejadian yang berkaitan dengan Taman Nasional Gunung Leuser. Waktu Deskripsi Kejadian Sejarah 9 Mei 1928 FC Van Heurn mengusulkan kepada pemerintah Belanda agar membentuk semacam taman nasional di daerah Aceh Barat. Kawasan yang diusulkan seluas ha, meliputi seluruh dataran antara Alas, Kluet, dan Sungai Tripa, serta mencakup seluruh tipe ekosistem dari pantai hingga pegunungan. Tahun 1934 Saat A Ph Van Ahen yang telah menjadi Gubernur Aceh kemudian mendirikan Suaka Alam bagian pertama dari Gunung Leuser sebagai Wildceservaat Goenoeng Leoser dengan luas ha. Tahun 1934-1938 Ditetapkan beberapa kawasan konservasi di wilayah tersebut, yaitu Suaka Margasatwa Gunung Leuser dengan luas ha SK No. 317/35, Suaka Margasatwa Kluet dengan luas ha SK ZB No. 122/AGR, Suaka Margasatwa Langkat, dan Suaka Margasatwa Sikundur. Desember 1976 Kawasan konservasi di wilayah tersebut diperluas dengan ditambahkannya Suaka Margasatwa Kappi dengan luas ha Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 697/Kpts/Um/12/1976, Taman Wisata Sikundur, dan Taman Wisata Lawe Gurah. 6 Maret 1980 Berdasarkan Surat Pernyataan Menteri Pertanian No. 736/Mentan/X/1980 dideklarasikan bahwa semua kawasan konservasi yang berada di wilayah Gunung Leuser digabung dengan kawasan Hutan Lindung dan Hutan Produksi seluas ha menjadi Taman Nasional Gunung Leuser dengan luas sekitar ha. Selain itu, diumumkan juga empat Taman Nasional lain di Indonesia yang merupakan taman nasional pertama di Indonesia. Tahun 1981 Kawasan taman nasional ini dinyatakan sebagai Cagar Biosfer oleh UNESCO setelah sebelumnya ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia World Heritage Site dan sebagai Sister Parks kerja sama Indonesia-Malaysia. 23 Mei 1997 Dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 276/Kpts-VI/1997 untuk mengukuhkan penetapan status kawasan Taman Nasional Gunung Leuser dengan luas ha. 4. Keanekaragaman Hayati dan Ekosistem Taman Nasional Gunung Leuser menyimpan potensi kekayaan sumber daya hutan yang sangat melimpah. Hal ini dibuktikan dengan melimpahnya keanekaragaman hayati di kawasan ini. Lengkapnya biodiversitas di taman nasional ini juga disebabkan oleh lengkapnya jenis ekosistem yang ada. Keanekaragaman Ekosistem Taman Nasional Gunung Leuser Jenis ekosistem yang ada di taman nasional ini di antaranya adalah ekosistem mangrove bakau, hutan hujan tropis dataran rendah, hutan tropis pegunungan hingga ekosistem pegunungan subalpin. Sebagian besar kawasan hutan didominasi oleh jenis-jenis dari suku Dipterocarpaceae, seperti meranti, keruing, dan kapur. Salah satu jenis yang menonjol adalah kapur Dryobalanops aromatica. Ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah yang didominasi oleh pohon Dipterocarpaceae menutupi sekitar 12% kawasan dan hutan hujan submontana menutupi sekitar 48% kawasan yang terletak antara 600 hingga mdpl. Hutan hujan submontana ditandai dengan tajuk yang lebih rendah dengan tonjolan tertinggi kurang dari 30 m. Tumbuhan yang tumbuh di ekosistem ini di antaranya adalah Pirola sumatrana, Swerina bimaculatus, Valeriana, Ranunculus, Aenemona, dan Gentiana. Pada ketinggian lebih dari mdpl terdapat hutan lumut sejati yang dasar hutan dan pohon-pohonnya tertutupi oleh lumut. Vegetasi rawa di Taman Nasional Gunung Leuser ditemukan pada lembah-lembah yang basah di sekitar ketinggian mdpl. Vegetasinya ditandai oleh rumput-rumput rendah dan ilalang Carex sp., diselingi terna dan semak belukar yang kerdil seperti Rhododendron sp., Vaccinium sp., Parnassia sp., dan Gentiana sp.. Keanekaragaman Flora Terdapat lebih dari jenis tumbuhan, juga pohon buah yang dapat dimakan, antara lain durian hutan Durio exyleyanus dan Durio zibethinus, jeruk hutan Citrus macroptera, rambai/semacam buah menteng Baccaurea montleyana, menteng Baccaurea racemosa, duku Lansium domesticum, rukem Flacourtia rukem, rambutan hutan Nephelium lappaceum, limus/semacam mangga Mangifera foetida dan Mangifera guardrifolia. Jenis-jenis tersebut merupakan sumber plasma nutfah dan mempunyai prospek yang cerah untuk dikembangkan. Terdapat tiga jenis tumbuhan langka yang terkenal dan khas dari kawasan Gunung Leuser, yaitu Johanesteisjmania altifrons pohon payung raksasa, Rafflesia atjehensis dan Rhizanthes zippelnii liana berbunga parasit dengan diameter hingga m, selain tiga tumbuhan di atas juga terdapat Anggrek Sepatu Paphiopedilum liemianum, dan Kantong Semar Nepenthes sp.. Keanekaragaman Fauna Terdapat sekitar 387 jenis burung 350 jenis merupakan jenis yang menetap, lebih dari 127 jenis mamalia, 15 jenis tikus, 13 jenis kelelawar, dan 17 jenis bajing. Sedikitnya tercatat 89 jenis satwa langka di taman nasional ini. Satwa langka yang terdapat di Taman Nasional Gunung Leuser TNGL di antaranya adalah Mawas/Orang Utan Pongo abelii Siamang Hylobates syndactylus Gajah Sumatera Eephas maximus sumatranus Badak Sumatera Dicerorhinus sumatrensis sumatrensis Harimau Sumatera Panthera tigris sumatrae Kambing Hutan Capricornis sumatraensis Rangkong Buceros bicornis Rusa Sambar Cervus unicolor Kucing Hutan Prionailurus bengalensis sumatrana Di antara jenis-jenis tersebut yang termasuk ke dalam satwa endemik adalah badak sumatera, harimau dan gajah sumatera. Selain itu, berikut adalah satwa endemik yang ada di Taman Nasional Gunung Leuser Kambing Gunung Sumatera Capricornis sumatraensis Tupai Callosciurus albescens Kelinci Sumatera Nesolagus netscheri Ungko/Kedih Presbytis thomasi Tikus Hoogerwerfi Rattus hoogerwerfi 5. Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser Kawasan ini secara budaya termasuk ke dalam lingkup budaya Aceh Selatan yang lebih dipengaruhi oleh budaya Minangkabau. Penduduk asli daerah ini terdiri atas dua kelompok etnik yang berbeda, yaitu Suku Alas dan Suku Gayo. Di bagian Utara Lembah Alas dan gunung-gunung sebelah utara penduduknya kebanyakan termasuk ke dalam Suku Gayo. Suku Alas secara tradisional menghuni wilayah bagian selatan, khususnya Lembah Alas utama. Dalam beberapa dekade terakhir telah terjadi migrasi, sehingga suku-suku lain pun terdapat di sekitar kawasan taman nasional ini. Masyarakat yang bermigrasi ini biasanya dari Suku Batak Karo, masyarakat Mandailing, Singkil, dan Jawa. Perkampungan yang besar terdapat di Lembah Alas yang tidak lain adalah pasar Kutacane. Sejumlah daerah kantong enclave terdapat di sebelah utara kawasan sepanjang Kutacane sampai Jalan Blangkejeren. Blangkejeren dan Langkat merupakan daerah penyangga yang terletak tepat di luar perbatasan sebelah utara taman nasional. Keragaman pemanfaatan lahan di daerah penyangga cukup tinggi. Dari segi parameter tekanan penduduk, kondisi lahan daerah penyangga cukup kritis. Kerusakan hutan di taman nasional ini disebabkan oleh adanya kegiatan-kegiatan seperti kilang papan pembuatan jalan yang melewati kawasan taman nasional perambahan lahan tekanan penduduk tekanan sosial ekonomi tekanan pembangunan kurangnya pengertian dan kesadaran 6. Wisata Alam di Taman Nasional Gunung Leuser Sungai Alas Di dalam taman nasional terdapat Sungai Alas yang banyak digunakan wisatawan untuk berolahraga arung jeram. Anda penggemar olahraga arung jeram? Anda dapat mencoba keganasan Sungai Alas yang mengalir menuju Kabupaten Aceh Selatan sambil menikmati panorama keindahan alam hutan tropis Aceh dan perkampungan rakyat tradisional. Hutan Rekreasi Gurah Hutan Rekreasi Gurah atau Taman Wisata Lawe Gurah memiliki lokasi yang menarik, selain panorama alamnya yang indah. Di sini terdapat sumber mata air panas, danau, air terjun, pengamatan satwa dan tumbuh-tumbuhan. Pengelola hutan wisata ini membangun jalur jalan untuk pengunjung yang menyukai trekking dan juga menara pandang agar wisatawan dapat mengamati kehidupan hutan hujan Leuser. Kawasan trekking di hutan wisata ini dimulai dari Gurah hingga ke sumber mata air panas di dekat Sungai Alas dengan waktu tempuh selama dua jam dan jarak tempuh sekitar 5 km atau ke kawasan air terjun pada jarak sekitar 6 km. Pengunjung juga dapat bermalam di perkemahan yang berada di kawasan hutan wisata ini. Penginapan guest home terdapat di Gurah dan Balailutu. Hutan Wisata Sekundur Hutan wisata ini memiliki luas ha dan terletak di Sekundur, Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Destinasi wisata alam yang bisa kita coba di antaranya gua-gua alam dan panorama alam yang masih sangat alami. Selian itu, kita juga dapat bertemu dengan berbagai satwa liar, seperti gajah, rusa, dan burung-burung khas TNGL. Daerah ini juga merupakan camping ground yang sangat baik sehingga kita dapat melakukan aktivitas nuansa alam di sini. Suaka Margasatwa Kluet Suaka margasatwa ini memiliki luas sekitar ha dan terletak di Aceh Selatan, Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Ekosistem di suaka margasatwa ini dominan adalah ekosistem hutan pantai. Kegiatan yang dapat dilakukan di sini di antaranya adalah bersampan di sungai atau danau, melihat panorama hutan pantai, dan menjelajah gua alam. Namun, di daerah sini kita harus lebih berhati-hati karena di sini merupakan habitat dari Harimau Sumatera. Stasiun Rehabilitasi Orangutan Bahorok Stasiun rehabilitasi Orangutan Bahorok memiliki luas 200 ha dan terletak di Bahorok-Bukit Lawang, Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Selain Orangutan, di sini juga terdapat berbagai jenis burung dan primata lainnya. Lokasi ini berjarak sekitar 96 km atau sekitar 2,5 jam perjalanan dengan menggunakan transportasi umum dari Terminal Pinang Baris, Medan. Gunung Kemiri Gunung dengan ketinggian mdpl ini memiliki puncak tertinggi kedua di Taman Nasional Gunung Leuser. Perjalanan ke puncaknya memerlukan waktu lima hingga enam hari. Selama trekking di jalur ini Anda dapat menyaksikan hewan-hewan seperti orang utan, siamang, dan gibon. Gunung Leuser Gunung Leuser adalah gunung yang ketinggiannya mencapai mdpl yang berada di kawasan taman nasional. Jika memiliki stamina prima mungkin anda dapat mendaki hingga ke puncaknya dengan waktu perjalanan 14 hari. Trekking ke puncak Leuser di mulai dari Desa Angusan, sebelah barat Blangkejeren. Gunung Perkinson Gunung Perkinson berada di sisi timur taman nasional dan trekking hingga ke puncak gunung setinggi mdpl ini membutuhkan waktu 7 hari. Dalam perjalanan ke puncak dapat menemui bunga Rafflesia pada ketinggian mdpl dan juga hutan lumut. Gunung Simpali Gunung Simpali memiliki ketinggian mdpl dan perjalan hingga ke puncaknya memerlukan waktu satu minggu, di mulai dari Desa Engkran kemudian menyusuri lembah Lawe Mamas. Di kawasan ini hidup hewan langka badak. Sungai Lawe Mamas merupakan sungai berarus deras yang menyatu dengan Sungai Alas, sekitar 15 km di utara Kutacane. Lau Pengurukan Di destinasi wisata alam Lau Pengurukan kita dapat melihat dan menjelajahi gua-gua alam, seperti Gua Pintu Air, Gua Pintu Angin, Gua Patu, Gua Rizal, Gua Palonglong, Gua Pamuite, Gua Pasar, dan Gua Pasugi. Gua Pintu Angin merupakan gua terpanjang yang memiliki lorong hingga 600 meter. Gua Pintu Angin dan Gua Palonglong merupakan gua dengan lubang yang vertikal. Lau Pengurukan dapat dicapai dari Medan dengan menggunakan bus jurusan Bukit Lawang, dilanjutkan dengan menggunakan mobil sewaan jenis Jeep Land Rover menuju Dusun Tanjung Naman selama satu jam, kemudian berjalan kaki selama dua jam menuju Lau Pengurukan. 7. Akses Taman Nasional Gunung Leuser memiliki beberapa pintu masuk, yaitu Lawu gurah dan Ketambe, Bahorok-Bukit Lawang dan Sikundur-Besitang. Akses yang dapat dicapai dengan mudah adalah melewati Medan. Rute menuju Taman Nasional Gunung Leuser dapat melalui Medan-Kutacane-Lawu Gurah Jalur ini berjarak sekitar kurang lebih 275 km dan ditempuh dengan kendaraan umum bus atau taksi selama 6-7 jam. Frekuensi kendaraan umum dari Medan Terminal Bus Pinang Baris ke Kutacane sekitar 15 kali/hari dan Kutacane ke Lawe Gurah/Ketambe dengan menggunakan bus frekuensinya 2 kali/hari. Lawe Gurah adalah Taman Wisata yang berjarak 43 km dari Kutacane. Di Kutacane sendiri terdapat stasiun penelitian lapangan Orangutan. Medan-Bahorok/Bukit Lawang Medan-Bahorok/Bukit Lawang berjarak kurang lebih 91 km dan ditempuh dengan kendaraan umum selama kurang lebih jam. Di Bahorok terdapat tempat stasiun rehabilitasi Orangutan. Referensi Informasi Pariwisata Nusantara Visit Indonesia Supriatna J. 2014. Berwisata Alam di Taman Nasional. Jakarta ID Yayasan Obor Indonesia [/read]
Bukit lawang menawarkan kekayaan ragam hayati taman nasional gunung leuser sebagai cagar biosfer dunia untuk hutan hujan sekitar setengah jam perjalanan dari pinggir sungai, pengunjung akan tiba di sebuah gerbang yang didirikan oleh balai besar taman nasional gunung leuser, sebagai tanda batas sekaligus pintu masuk menuju kawasan hutan. Gerbang ini difasilitasi dengan shelter peristirahatan dan sarana observasi untuk menikmati panorama jauh ke dalam, lapisan demi lapisan vegetasi semakin rapat dan liar. Hutan hujan terkenal dengan pepohonannya yang khas tropis, memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, serta berfungsi sebagai habitat terakhir bagi sejumlah mamalia dan primata langka di sumatra.
pada hutan gunung leuser terdapat khas hutan